Saturday, March 6, 2010

DALAM PERTEMPURAN (PEPERANGAN) TIDAK ADA SAHABAT YG DIKAFIRKAN (fatwa Dr. Yusuf Al-qardhawi)

Pertanyaan:

Dalam pertempuran sahabat, apakah ada yang dikafirkan?


Jawab:

Di dalam peperangan (Shiffin atau Al-Jamal) Ali bin Abi Thalib r.a. tidak menganggap orang-orang yang melawannya telah keluar dari Islam dan kafir, tetapi hanya dikatakan mereka itu Bughah (berbuat kebatilan). Sebagaimana sabda Nabi saw. kepada seorang sahabat yang bernama Ammar, sabda beliau, "Kamu akan dibunuh oleh golongan Al-Bughah, orang-orang yang zalim, atau orang-orang yang berontak (tidak taat kepada penguasa)."

Arti kufur dalam hadis atau As-Sunnah bukan keluar dari Islam dan bukan menjadi kafir, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang-orang pada saat ini yang tidak tepat.

Dalam uraiannya, Nabi saw. telah bersabda:

"Barangsiapa melakukan sumpah selain kepada Allah, maka orang itu kafir atau musyrik."

Nabi saw. juga bersabda:

"Barangsiapa yang mendatangi (berobat) kepada dukun dan percaya pada apa yang dikatakannya, maka dia kafir atau mengingkari apa yang dibawa oleh Rasul."

Hal-hal yang demikian itu selalu dilakukan oleh orang-orang Islam, seakan-akan menjadi tradisi mengunjungi dukun-dukun dan bersumpah atas nama orang, tidak atas nama Allah, tetapi tidak ada satu pun di antara ulama yang memvonis mereka kafir.

Jadi, kata "kufur" itu dapat diartikan mengingkari nikmat, tidak bersyukur kepada Allah, tidak kenal budi dan sebagainya. Dengan kata lain, "kufur" mempunyai arti yang luas dan berbeda-beda.




SIAPAKAH DZULQARNAIN ITU?

Pertanyaan:

Didalam Al-Qur'an diterangkan masalah Dzulqarnain, yaitu:

"Hingga apabila dia telah sampai pada tempat terbenam matahari, dia pun melihat matahari terbenam kedalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati disitu (di laut itu) segolongan ummat. Kami berkata, 'Hai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa mereka dan boleh berbuat kebaikan terhadap mereka'." (Q.s. Al-Kahfi: 86).

Apakah yang dimaksud dengan matahari yang terbenam dalam mata air yang hitam?

Siapakah orang-orang yang didapati oleh Dzulkarnain?

Jawab:

Kisah Dzulqarnain telah diterangkan dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Kahfi, tetapi Al-Qur'an tidak menerangkan siapakah sebenarnya Dzulqarnain, siapakah orang-orang yang didapatinya, dan dimana tempat terbenam dan terbitnya matahari? Semua itu tidak diterangkan dalam Al-Qur'an secara rinci dan jelas, baik mengenai nama maupun lokasinya, hal ini mengandung hikmah dan hanya Allahlah yang mengetahui.

Tujuan dari kisah yang ada dalam Al-Qur'an, baik pada Surat Al-Kahfi maupun lainnya, bukan sekadar memberi tahu hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan kejadiannya, tetapi tujuan utamanya ialah sebagai contoh dan pelajaran bagi manusia. Sebagaimana Allah swt. dalam firman-Nya:

"Sesungguhnyapada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal." (Q.s.Yusuf: 111)

Kisah Dzulqarnain, mengandung contoh seorang raja saleh yang diberi oleh Allah kekuasaan di bumi, yang meliputi Timur dan Barat. Semua manusia dan penguasa negara tunduk atas kekuasaannya, dia tetap pada pendiriannya sebagai seorang yang saleh, taat dan bertakwa. Sebagaimana diterangkan di bawah ini:

"Berkata Dzulqarnain, 'Adapun orang yang menganiaya, maka kelak Kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada taranya'." (Q.s. Al-Kahfi: 87).

"Adapun orang yang beriman dan orang beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan ..." (Q.s. Al-Kahfi: 88).

Jadi, apa yang diterangkan dalam Al-Qur'an, hanyalah mengenai perginya Dzulqarnain ke arah terbenamnya matahari, sehingga berada pada tempat yang paling jauh. Di situ diterangkan bahwa dia telah melihat matahari seakan-akan terbenam di mata air tersebut, saat terbenamnya. Sebenarnya, matahari itu tidak terbenam di laut, tetapi hanya bagi penglihatan kita saja yang seakan tampak matahari itu terbenam (jatuh) ke laut. Padahal matahari itu terbit menerangi wilayah (bangsa) lain.

Maksud dari ayat tersebut, bahwa Dzulqarnain telah sampai ke tempat paling jauh, seperti halnya matahari terbenam di mata air yang kotor (berlumpur) , yang disebutkan diatas. Begitu juga maksud dari ayat tersebut, Dzulqarnain telah sampai di tempat terjauh, yaitu terbitnya matahari dan sampai bertemu pula dengan kaum Ya'juj dan Ma'juj.

Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap pada pendiriannya semula, yaitu sebagai seorang raja yang adil dan kuat imannya, yang tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang dikuasai dan kekuasaannya diperkuatnya dengan misalnya membangun bendungan yang besar, yang terdiri dari bahan-bahan besi dan sebagainya. Di dunia ini beliau selalu berkata dan mengakui, bahwa segala yang diperolehnya sebagai karunia dari Allah dan rahmat-Nya.

Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an:

"Dzulqarnain berkata, 'Ini (bendungan atau benteng) adalah suatu rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah tiba janji Tuhanku, Dia pun menjadikannya rata dengan bumi (hancur lebur); dan janji Tuhanku itu adalah benar." (Q.s. Al-Kahfi: 98).

Tujuan utama dari Al-Qur'an dalam uraian di atas ialah sebagai contoh, dimana seorang raja saleh yang diberi kekuasaan yang besar pada kesempatan yang luar biasa dan, kekuasaannya mencakup ke seluruh penjuru dunia di sekitar terbit dan terbenamnya matahari. Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap dalam kesalehan dan istiqamahnya tidak berubah.

Firman Allah swt.:

"Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan di bumi dan Kami telah memberikan kepadanya (Dzulqarnain) jalan (untuk mencapai) segala sesuatu." (Q.s. Al-Kahfi: 84).

Mengenai rincian dari masalah tersebut tidak diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, misalnya waktu, tempat dan kaumnya, siapa sebenarnya mereka itu. Karena tidak ada manfaatnya, maka sebaiknya kami berhenti pada hal-hal yang diterangkan saja. Jika bermanfaat, tentu hal-hal itu diterangkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw.




APAKAH NABI SAW MAKHLUK ALLAH YANG PERTAMA?

Pertanyaan:

Benarkah bahwa Nabi Muhammad saw. makhluk Allah yang pertama dan bahwa beliau diciptakan dari cahaya? Kami mengharapkan pendapat yang disertai dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Jawab:

Telah diketahui bahwa hadis-hadis yang menyatakan bahwa makhluk pertama adalah itu atau ini ... dan seterusnya, tidak satu pun yang shahih, sebagaimana ditetapkan oleh para ulama Sunnah.

Oleh karena itu, kami dapatkan sebagian bertentangan dengan sebagian lainnya. Sebuah hadis mengatakan, "Bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena."

Hadis lainnya mengatakan, "Yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal." Telah tersiar di antara orang awam dari kisah-kisah maulid yang sering dibaca bahwa Allah menggenggam cahaya-Nya, lalu berfirman, "Jadilah engkau Muhammad." Maka ia adalah makhluk yang pertama kali diciptakan Allah, dan dari situ diciptakan langit, bumi dan seterusnya.

Dari itu tersiar kalimat:

"Shalawat dan salam bagimu wahai makhluk Allah yang pertama," hingga kalimat itu dikaitkan dengan adzan yang disyariatkan, seakan-akan bagian darinya.

Perkataan itu tidak sah riwayatnya dan tidak dibenarkan oleh akal, tidak akan mengangkat agama, dan tidak pula bermanfaat bagi perkembangan dari peradaban dunia.

Keawalan Nabi Muhammad saw. sebagai makhluk Allah tidak terbukti, seandainya terbukti tidaklah berpengaruh pada keutamaan dan kedudukannya di sisi Allah. Tatkala Allah Ta'ala memujinya dalam Kitab-Nya, maka Allah memujinya dengan alasan keutamaaan yang sebenarnya. Allah berfirman:

"Dan sesungguhnya kamu benar-benar orang yang berbudi pekerti agung" (Q.s. Al-Qalam: 4).

Hal itu yang terbukti dan ditetapkan secara mutawatir. Nabi kita Muhammad saw. adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib Al-Hasyimi Al-Quraisy yang dilahirkan lantaran kedua orang tuanya, Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah binti Wahb, di Mekkah, pada tahun Gajah. Beliau dilahirkan sebagaimana halnya manusia biasa dan dibesarkan sebagaimana manusia dibesarkan. Beliau diutus sebagaimana para Nabi dan Rasul sebelumnya diutus, dan bukan Rasul yang pertama di antara Rasul-rasul.

Beliau hidup dalam waktu terbatas, kemudian Allah memanggilnya kembali kepada-Nya:

"Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (Q.s. Az-Zumar: 30).

Beliau akan ditanya pada hari Kiamat, sebagaimana para Rasul ditanya:

"(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para Rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), 'Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu?' Para Rasul menjawab, 'Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu) sesungguhnya Engkau-lah yang mengetahui perkara yang gaib'." (Q.s. Al-Maidah: 109).

Al-Qur'an telah menegaskan kemanusiaan Muhammad saw. di berbagai tempat dan Allah memerintahkan menyampaikan hal itu kepada orang-orang dalam berbagai surat, antara lain:

"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukann kepadaku, Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa ...'." (Q.s. Al-Kahfi: 110).

"Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul?'" (Q.s. Al-Isra': 93).

Ayat di atas menunjukkan bahwa beliau adalah manusia seperti manusia-manusia lainnya, tidak memiliki keistimewaan, kecuali dengan wahyu dan risalah.

Nabi saw. menegaskan makna kemanusiaannya dan penghambaannya terhadap Allah, dan memperingatkan agar tidak mengikuti kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang sebelum kita, yaitu penganut agama-agama terdahulu dalam hal memuja dan menyanjung:

"Janganlah kamu sekalian menyanjungku sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa putra Maryam. sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya." (H.r. Bukhari).

Nabi yang agung ini adalah manusia seperti manusia lainnya dan tidak diciptakan dari cahaya maupun emas, tetapi diciptakan dari air yang memancar dan keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang rusuk wanita sebagai bahan penciptaan Muhammad saw.

Adapun dari segi risalah dan hidayat-Nya, maka beliau adalah cahaya Allah dan pelita yang amat terang. Al-Qur'an menyatakan hal itu dan berbicara kepada Nabi saw.:

"Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Untuk menjadi penyeru pada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi."(Q.s. Al-Ahzab: 45-6).

Allah swt. berfirman yang ditujukan kepada Ahlulkitab:

"... Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan." (Q.s. Al-Maidah: 15).

"Cahaya" dalam ayat itu adalah Rasulullah saw, sebagaimana Al-Qur'an yang diturunkan kepada beliau adalah juga cahaya.

Allah swt. berfirman:

"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya serta cahanya (Al-Qur an) yang telah Kami turunkan." (Q.s.At-Taghaabun: 8).

"... dan telah Kami turunkan kepada kamu cahaya yang terangbenderang." (Q.s. An-Nisa': 174).

Allah telah menentukan tugasnya dengan firman-Nya:

"... Supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya terang-benderang..." (Q.s. Ibrahim: 1).

Doa Nabi saw.:

"Ya Allah, berilah aku cahaya di dalam hatiku berilah aku cahaya dalam pendengaranku dan berilah aku cahaya dalam penglihatanku berilah aku cahaya dalam rambutku berilah aku cahaya di sebelah kanan dan kiriku di depan dan di belakangku." (H.r. Muttafaq Alaih)

Maka, beliau adalah Nabi pembawa cahaya dan Rasul pembawa hidayat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang mengikuti petunjuk cahaya dan Sunnahnya. Amin.

Please No Spam and junk, we will remove it !!