Pertanyaan:
Ada sebagian orang mengatakan bahwa rambut wanita tidak termasuk aurat dan boleh dibuka. Apakah hal ini benar dan bagaimana dalilnya?
Jawab:
Telah menjadi suatu ijma' bagi kaum Muslimin di semua negara dan di setiap masa pada semua golongan fuqaha, ulama, ahli-ahli hadis dan ahli tasawuf, bahwa rambut wanita itu termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di hadapan orang yang bukan muhrimnya.
Adapun sanad dan dalil dari ijma' tersebut ialah ayat Al-Qur'an:
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, ..." (Q.s. An-Nuur: 31).
Maka, berdasarkan ayat di atas, Allah swt. telah melarang bagi wanita Mukminat untuk memperlihatkan perhiasannya. Kecuali yang lahir (biasa tampak). Di antara para ulama, baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa rambut wanita itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan ulama-ulama yang berpandangan luas, hal itu digolongkan perhiasan yang tidak tampak.
Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan, "Allah swt. telah melarang kepada kaum wanita, agar dia tidak menampakkan perhiasannya (keindahannya), kecuali kepada orang-orang tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak."
Ibnu Mas'ud berkata, "Perhiasan yang lahir (biasa tampak) ialah pakaian." Ditambahkan oleh Ibnu Jubair, "Wajah" Ditambah pula oleh Sa'id Ibnu Jubair dan Al-Auzai, "Wajah, kedua tangan dan pakaian."
Ibnu Abbas, Qatadah dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata, "Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan dan cincin termasuk dibolehkan (mubah)."
Ibnu Atiyah berkata, "Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai dengan arti ayat tersebut, bahwa wanita diperintahkan untuktidak menampakkan dirinya dalam keadaan berhias yang indah dan supaya berusaha menutupi hal itu. Perkecualian pada bagian-bagian yang kiranya berat untuk menutupinya, karena darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan."
Berkata Al-Qurthubi, "Pandangan Ibnu Atiyah tersebut baik sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di waktu biasa dan ketika melakukan amal ibadat, misalnya salat, ibadat haji dan sebagainya."
Hal yang demikian ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika Asma' binti Abu Bakar r.a. bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma' sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah saw. memalingkan muka seraya bersabda:
"Wahai Asma'! Sesungguhnya, jika seorang wanita sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi dirinya menampakkannya, kecuali ini ..." (beliau mengisyaratkan pada muka dan tangannya).
Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa rambut wanita tidak termasuk perhiasan yang boleh ditampakkan, kecuali wajah dan tangan.
Allah swt. telah memerintahkan bagi kaum wanita Mukmin, dalam ayat di atas, untuk menutup tempat-tempat yang biasanya terbuka di bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah "kain untuk menutup kepala," sebagaimana surban bagi laki-laki, sebagaimana keterangan para ulama dan ahli tafsir. Hal ini (hadis yang menganjurkan menutup kepala) tidak terdapat pada hadis manapun.
Al-Qurthubi berkata, "Sebab turunnya ayat tersebut ialah bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup kepala dengan akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang, sehingga dada, leher dan telinganya tidak tertutup. Maka, Allah swt. memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu dada dan lainnya."
Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah r.a. telah berkata, "Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu dirahmati Allah."
Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya untuk menutupi apa yang terbuka.
Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak dari saudaranya yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai kerudung (khamirah) yang tipis di bagian lehernya, Aisyah r.a. lalu berkata, "Ini amat tipis, tidak dapat menutupinya."
WANITA BERHIAS DI SALON KECANTIKAN
Pertanyaan:
Apakah boleh wanita Muslimat menghias (mempercantik) dirinya di tempat-tempat tertentu, misalnya pada saat ini, yang dinamakan salon kecantikan, dengan alasan keadaan masa kini bagi wanita sangat penting untuk tampil dengan perlengkapan dan cara-cara berhias seperti itu yang bersifat modren?
Selain itu, bolehkah wanita memakai rambut palsu atau tutup kepala yang dibuat khusus untuk itu?
Jawab:
Agama Islam menentang kehidupan yang bersifat kesengsaraan dan menyiksa diri, sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh sebagian dari pemeluk agama lain dan aliran tertentu. Agama Islam pun menganjurkan bagi ummatnya untuk selalu tampak indah dengan cara sederhana dan layak, yang tidak berlebih-lebihan. Bahkan Islam menganjurkan di saat hendak mengerjakan ibadat, supaya berhias diri disamping menjaga kebersihan dan kesucian tempat maupun pakaian.
Allah swt. berfirman:
"... pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid ..." (Q.s.Al-A'raaf: 31)
Bila Islam sudah menetapkan hal-hal yang indah, baik bagi laki-laki maupun wanita, maka terhadap wanita, Islam lebih memberi perhatian dan kelonggaran, karena fitrahnya, sebagaimana dibolehkannya memakai kain sutera dan perhiasan emas, dimana hal itu diharamkan bagi kaum laki-laki.
Adapun hal-hal yang dianggap oleh manusia baik, tetapi membawa kerusakan dan perubahan pada tubuhnya, dari yang telah diciptakan oleh Allah swt, dimana perubahan itu tidak layak bagi fitrah manusia, tentu hal itu pengaruh dari perbuatan setan yang hendak memperdayakan. Oleh karena itu, perbuatan tersebut dilarang. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.:
"Allah melaknati pembuatan tatto, yaitu menusukkan jarum ke kulit dengan warna yang berupa tulisan, gambar bunga, simbol-simbol dan sebagainya; mempertajam gigi, memendekkan atau menyambung rambut dengan rambut orang lain, (yang bersifat palsu, menipu dan sebagainya)." (Hadis shahih).
Sebagaimana riwayat Said bin Musayyab, salah seorang sahabat Nabi saw. ketika Muawiyah berada di Madinah setelah beliau berpidato, tiba-tiba mengeluarkan segenggam rambut dan mengatakan, "Inilah rambut yang dinamakan Nabi saw. azzur yang artinya atwashilah (penyambung), yang dipakai oleh wanita untuk menyambung rambutnya, hal itulah yang dilarang oleh Rasulullah saw. dan tentu hal itu adalah perbuatan orang-orang Yahudi. Bagaimana dengan Anda, wahai para ulama, apakah kalian tidak melarang hal itu? Padahal aku telah mendengar sabda Nabi saw. yang artinya, 'Sesungguhnya terbinasanya orang-orang Israel itu karena para wanitanya memakai itu (rambut palsu) terus-menerus'." (H.r. Bukhari).
Nabi saw. menamakan perbuatan itu sebagai suatu bentuk kepalsuan, supaya tampak hikmah sebab dilarangnya hal itu bagi kaum wanita, dan karena hal itu juga merupakan sebagian dari tipu muslihat.
Bagi wanita yang menghias rambut atau lainnya di salon-salon kecantikan, sedang yang menanganinya (karyawannya) adalah kaum laki-laki. Hal itu jelas dilarang, karena bukan saja bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi lebih dari itu, sudah pasti itu haram, walaupun dilakukan di rumah sendiri.
Bagi wanita Muslimat yang tujuannya taat kepada agama dan Tuhannya, sebaiknya berhias diri di rumahnya sendiri untuk suaminya, bukan di luar rumah atau di tengah jalan untuk orang lain. Yang demikian itu adalah tingkah laku kaum Yahudi yang menginginkan cara-cara moderen dan sebagainya.
APAKAH WANITA ITU JAHAT DALAM SEGALANYA?
Pertanyaan:
Dalam buku Nahjul Balaghah karangan Amirul-Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a terdapat suatu keterangan:
"Wanita itu jahat dalam segalanya. Dan yang paling jahat dari dirinya ialah kita tidak dapat terlepas dari padanya."
Apakah arti yang sebenarnya (maksud) dari kalimat tersebut? Apakah hal itu sesuai dengan pandangan Islam terhadap wanita? Saya mohon penjelasannya. Terima kasih.
Jawab:
Ada dua hal yang nyata kebenarannya, tetapi harus dijelaskan lebih dahulu, yaitu:
Pertama, yang menjadi pegangan atau dasar dari masalah-masalah agama ialah firman Allah swt. dan sabda Nabi saw, selain dari dua ini, setiap orang kata-katanya boleh diambil dan ditinggalkan. Maka, Al-Qur'an dan As-Sunnah, kedua-duanya adalah sumber yang kuat dan benar.
Kedua, sebagaimana telah diketahui oleh para analis dan cendekiawan Muslim, bahwa semua tulisan yang ada pada buku tersebut di atas (Nahjul Balaghah), baik yang berupa dalil-dalil atau alasan-alasan yang dikemukakan, tidak semuanya tepat. Diantara hal-hal yang ada pada buku itu ialah tidak menggambarkan masa maupun pikiran serta cara di zaman Ali r.a.
Oleh sebab itu, tidak dapat dijadikan dalil dan tidak dapat dianggap benar, karena semua kata-kata dalam buku itu tidak ditulis oleh Al-Imam Ali r.a.
Didalam penetapan ilmu agama, setiap ucapan atau kata-kata dari seseorang, tidak dapat dibenarkan, kecuali disertai dalil yang shahih dan bersambung, yang bersih dari kekurangan atau aib dan kelemahan kalimatnya.
Maka, kata-kata itu tidak dapat disebut sebagai ucapan Ali r.a. karena tidak bersambung dan tidak mempunyai sanad yang shahih. Sekalipun kata-kata tersebut mempunyai sanad yang shahih, bersambung, riwayatnya adil dan benar, maka wajib ditolak, karena hal itu bertentangan dengan dalil-dalil dan hukum Islam. Alasan ini terpakai di dalam segala hal (kata-kata) atau fatwa, walaupun sanadnya seterang matahari.
Mustahil bagi Al-Imam Ali r.a. mengatakan hal itu, dimana beliau sering membaca ayat-ayat Al-Qur'an, di antaranya adalah:
"Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang, yang kemudian darinya Allah lantas menciptakan istrinya, dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan wanita yang banyak ..." (Q.s.An-Nisa': 1)
"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan firman-Nya): 'Bahwa sesungguhnya Aku tiada mensia-siakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun wanita, (karena) sebagian darimu adalah keturunan dari sebagian yang lain ..." (Q.s. Ali Imran: 195).
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Allah menjadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang ..." (Q.s. Ar-Ruum: 21).
Masih banyak lagi di antara ayat-ayat suci Al-Qur'an yang mengangkat dan memuji derajat kaum wanita, disamping kaum laki-laki. Sebagaimana Nabi saw. bersabda:
"Termasuk tiga sumber kebahagiaan bagi laki-laki ialah wanita salehat, kediaman yang baik dan kendaraan yang baik pula." (H.r. Ahmad dengan sanad yang shahih).
"Di dunia ini mengandung kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatan itu adalah wanita yang salehat." (H.r. Imam Muslim, Nasa'i dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah wanita yang salehat, maka dia telah dibantu dalam sebagian agamanya; maka bertakwalah pula kepada Allah dalam sisanya yang sebagian."
Banyak lagi hadis-hadis dari Nabi saw. yang memuji wanita; maka mustahil bahwa Ali r.a. berkata sebagaimana di atas.
Sifat wanita itu berbeda dengan sifat laki-laki dari segi fitrah; kedua-duanya dapat menerima kebaikan, kejahatan, hidayat. kesesatan dan sebagainya.
Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an,
"Jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya); maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (Q.s. Asy-Syams: 7-10)
Mengenai fitnah yang ada pada wanita disamping fitnah yang ada pada harta dan anak-anak, dimana hal itu telah diterangkan di dalam Al-Qur'an dan dianjurkan supaya mereka waspada dan menjaga diri dari fitnah tersebut.
Dalam sabda Rasulullah saxv. diterangkan mengenai fitnahnya kaum wanita, yaitu sebagai berikut,
"Setelah aku tiada, tidak ada fitnah yang paling besar gangguannya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita." (H.r. Bukhari).
Arti dari hadis di atas menunjukkan bahwa wanita itu bukan jahat, tetapi mempunyai pengaruh yang besar bagi manusia, yang dikhawatirkan lupa pada kewajibannya, lupa kepada Allah dan terhadap agama.
Selain masalah wanita, Al-Qur'an juga mengingatkan manusia mengenai fitnah yang disebabkan dari harta dan anak-anak.
Allah swt. berfirman dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya harta-harta dan anak-anakmu adalah fitnah (cobaan bagimu); dan pada sisi Allah-lah pahala yang besar." (Q.s. At-Taghaabun: 15)
"Hai orang-orang yang beriman!Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu mengingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian' maka mereka termasuk orang-orang yang merugi." (Q.s. Al-Munaafiquun: 9).
Selain dari itu (wanita, anak-anak dan harta yang dapat mendatangkan fitnah), harta juga sebagai sesuatu yang baik.
Firman Allah swt.:
"Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenismu sendiri dan menjadikan bagimu dan istri-istrimu itu, anak-anak dan cucu; dan memberimu rezeki dari harta yang baik-baik ..." (Q.s. An-Nahl: 72)
Oleh karena itu, dianjurkannya untuk waspada dari fitnah kaum wanita, fitnah harta dan anak-anak, hal itu bukan berarti kesemuanya bersifat jahat, tetapi demi mencegah timbulnya fitnah yang dapat melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah swt.
Allah swt. tidak mungkin menciptakan suatu kejahatan, kemudian dijadikannya sebagai suatu kebutuhan dan keharusan bagi setiap makhluk-Nya.
Makna yang tersirat dari suatu kejahatan itu adalah suatu bagian yang amat sensitif, realitanya menjadi lazim bagi kebaikan secara mutlak. Segala bentuk kebaikan dan kejahatan itu berada di tangan (kekuasaan) Allah swt.
Oleh sebab itu, Allah memberikan bimbingan bagi kaum laki-laki untuk menjaga dirinya dari bahaya dan fitnah yang dapat disebabkan dan mudah dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.
Diwajibkanjuga bagi kaum wanita, agar waspada dan berhati-hati dalam menghadapi tipu muslihat yang diupayakan oleh musuh-musuh Islam untuk menjadikan kaum wanita sebagai sarana perusak budi pekerti, akhlak yang luhur dan bernilai suci.
Wajib bagi para wanita Muslimat kembali pada kodratnya sebagai wanita yang saleh, wanita hakiki, istri salehat, dan sebagai ibu teladan bagi rumah tangga, agama dan negara.
Ada sebagian orang mengatakan bahwa rambut wanita tidak termasuk aurat dan boleh dibuka. Apakah hal ini benar dan bagaimana dalilnya?
Jawab:
Telah menjadi suatu ijma' bagi kaum Muslimin di semua negara dan di setiap masa pada semua golongan fuqaha, ulama, ahli-ahli hadis dan ahli tasawuf, bahwa rambut wanita itu termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di hadapan orang yang bukan muhrimnya.
Adapun sanad dan dalil dari ijma' tersebut ialah ayat Al-Qur'an:
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, ..." (Q.s. An-Nuur: 31).
Maka, berdasarkan ayat di atas, Allah swt. telah melarang bagi wanita Mukminat untuk memperlihatkan perhiasannya. Kecuali yang lahir (biasa tampak). Di antara para ulama, baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa rambut wanita itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan ulama-ulama yang berpandangan luas, hal itu digolongkan perhiasan yang tidak tampak.
Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan, "Allah swt. telah melarang kepada kaum wanita, agar dia tidak menampakkan perhiasannya (keindahannya), kecuali kepada orang-orang tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak."
Ibnu Mas'ud berkata, "Perhiasan yang lahir (biasa tampak) ialah pakaian." Ditambahkan oleh Ibnu Jubair, "Wajah" Ditambah pula oleh Sa'id Ibnu Jubair dan Al-Auzai, "Wajah, kedua tangan dan pakaian."
Ibnu Abbas, Qatadah dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata, "Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan dan cincin termasuk dibolehkan (mubah)."
Ibnu Atiyah berkata, "Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai dengan arti ayat tersebut, bahwa wanita diperintahkan untuktidak menampakkan dirinya dalam keadaan berhias yang indah dan supaya berusaha menutupi hal itu. Perkecualian pada bagian-bagian yang kiranya berat untuk menutupinya, karena darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan."
Berkata Al-Qurthubi, "Pandangan Ibnu Atiyah tersebut baik sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di waktu biasa dan ketika melakukan amal ibadat, misalnya salat, ibadat haji dan sebagainya."
Hal yang demikian ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika Asma' binti Abu Bakar r.a. bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma' sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah saw. memalingkan muka seraya bersabda:
"Wahai Asma'! Sesungguhnya, jika seorang wanita sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi dirinya menampakkannya, kecuali ini ..." (beliau mengisyaratkan pada muka dan tangannya).
Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa rambut wanita tidak termasuk perhiasan yang boleh ditampakkan, kecuali wajah dan tangan.
Allah swt. telah memerintahkan bagi kaum wanita Mukmin, dalam ayat di atas, untuk menutup tempat-tempat yang biasanya terbuka di bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah "kain untuk menutup kepala," sebagaimana surban bagi laki-laki, sebagaimana keterangan para ulama dan ahli tafsir. Hal ini (hadis yang menganjurkan menutup kepala) tidak terdapat pada hadis manapun.
Al-Qurthubi berkata, "Sebab turunnya ayat tersebut ialah bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup kepala dengan akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang, sehingga dada, leher dan telinganya tidak tertutup. Maka, Allah swt. memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu dada dan lainnya."
Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah r.a. telah berkata, "Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu dirahmati Allah."
Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya untuk menutupi apa yang terbuka.
Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak dari saudaranya yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai kerudung (khamirah) yang tipis di bagian lehernya, Aisyah r.a. lalu berkata, "Ini amat tipis, tidak dapat menutupinya."
WANITA BERHIAS DI SALON KECANTIKAN
Pertanyaan:
Apakah boleh wanita Muslimat menghias (mempercantik) dirinya di tempat-tempat tertentu, misalnya pada saat ini, yang dinamakan salon kecantikan, dengan alasan keadaan masa kini bagi wanita sangat penting untuk tampil dengan perlengkapan dan cara-cara berhias seperti itu yang bersifat modren?
Selain itu, bolehkah wanita memakai rambut palsu atau tutup kepala yang dibuat khusus untuk itu?
Jawab:
Agama Islam menentang kehidupan yang bersifat kesengsaraan dan menyiksa diri, sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh sebagian dari pemeluk agama lain dan aliran tertentu. Agama Islam pun menganjurkan bagi ummatnya untuk selalu tampak indah dengan cara sederhana dan layak, yang tidak berlebih-lebihan. Bahkan Islam menganjurkan di saat hendak mengerjakan ibadat, supaya berhias diri disamping menjaga kebersihan dan kesucian tempat maupun pakaian.
Allah swt. berfirman:
"... pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid ..." (Q.s.Al-A'raaf: 31)
Bila Islam sudah menetapkan hal-hal yang indah, baik bagi laki-laki maupun wanita, maka terhadap wanita, Islam lebih memberi perhatian dan kelonggaran, karena fitrahnya, sebagaimana dibolehkannya memakai kain sutera dan perhiasan emas, dimana hal itu diharamkan bagi kaum laki-laki.
Adapun hal-hal yang dianggap oleh manusia baik, tetapi membawa kerusakan dan perubahan pada tubuhnya, dari yang telah diciptakan oleh Allah swt, dimana perubahan itu tidak layak bagi fitrah manusia, tentu hal itu pengaruh dari perbuatan setan yang hendak memperdayakan. Oleh karena itu, perbuatan tersebut dilarang. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.:
"Allah melaknati pembuatan tatto, yaitu menusukkan jarum ke kulit dengan warna yang berupa tulisan, gambar bunga, simbol-simbol dan sebagainya; mempertajam gigi, memendekkan atau menyambung rambut dengan rambut orang lain, (yang bersifat palsu, menipu dan sebagainya)." (Hadis shahih).
Sebagaimana riwayat Said bin Musayyab, salah seorang sahabat Nabi saw. ketika Muawiyah berada di Madinah setelah beliau berpidato, tiba-tiba mengeluarkan segenggam rambut dan mengatakan, "Inilah rambut yang dinamakan Nabi saw. azzur yang artinya atwashilah (penyambung), yang dipakai oleh wanita untuk menyambung rambutnya, hal itulah yang dilarang oleh Rasulullah saw. dan tentu hal itu adalah perbuatan orang-orang Yahudi. Bagaimana dengan Anda, wahai para ulama, apakah kalian tidak melarang hal itu? Padahal aku telah mendengar sabda Nabi saw. yang artinya, 'Sesungguhnya terbinasanya orang-orang Israel itu karena para wanitanya memakai itu (rambut palsu) terus-menerus'." (H.r. Bukhari).
Nabi saw. menamakan perbuatan itu sebagai suatu bentuk kepalsuan, supaya tampak hikmah sebab dilarangnya hal itu bagi kaum wanita, dan karena hal itu juga merupakan sebagian dari tipu muslihat.
Bagi wanita yang menghias rambut atau lainnya di salon-salon kecantikan, sedang yang menanganinya (karyawannya) adalah kaum laki-laki. Hal itu jelas dilarang, karena bukan saja bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi lebih dari itu, sudah pasti itu haram, walaupun dilakukan di rumah sendiri.
Bagi wanita Muslimat yang tujuannya taat kepada agama dan Tuhannya, sebaiknya berhias diri di rumahnya sendiri untuk suaminya, bukan di luar rumah atau di tengah jalan untuk orang lain. Yang demikian itu adalah tingkah laku kaum Yahudi yang menginginkan cara-cara moderen dan sebagainya.
APAKAH WANITA ITU JAHAT DALAM SEGALANYA?
Pertanyaan:
Dalam buku Nahjul Balaghah karangan Amirul-Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a terdapat suatu keterangan:
"Wanita itu jahat dalam segalanya. Dan yang paling jahat dari dirinya ialah kita tidak dapat terlepas dari padanya."
Apakah arti yang sebenarnya (maksud) dari kalimat tersebut? Apakah hal itu sesuai dengan pandangan Islam terhadap wanita? Saya mohon penjelasannya. Terima kasih.
Jawab:
Ada dua hal yang nyata kebenarannya, tetapi harus dijelaskan lebih dahulu, yaitu:
Pertama, yang menjadi pegangan atau dasar dari masalah-masalah agama ialah firman Allah swt. dan sabda Nabi saw, selain dari dua ini, setiap orang kata-katanya boleh diambil dan ditinggalkan. Maka, Al-Qur'an dan As-Sunnah, kedua-duanya adalah sumber yang kuat dan benar.
Kedua, sebagaimana telah diketahui oleh para analis dan cendekiawan Muslim, bahwa semua tulisan yang ada pada buku tersebut di atas (Nahjul Balaghah), baik yang berupa dalil-dalil atau alasan-alasan yang dikemukakan, tidak semuanya tepat. Diantara hal-hal yang ada pada buku itu ialah tidak menggambarkan masa maupun pikiran serta cara di zaman Ali r.a.
Oleh sebab itu, tidak dapat dijadikan dalil dan tidak dapat dianggap benar, karena semua kata-kata dalam buku itu tidak ditulis oleh Al-Imam Ali r.a.
Didalam penetapan ilmu agama, setiap ucapan atau kata-kata dari seseorang, tidak dapat dibenarkan, kecuali disertai dalil yang shahih dan bersambung, yang bersih dari kekurangan atau aib dan kelemahan kalimatnya.
Maka, kata-kata itu tidak dapat disebut sebagai ucapan Ali r.a. karena tidak bersambung dan tidak mempunyai sanad yang shahih. Sekalipun kata-kata tersebut mempunyai sanad yang shahih, bersambung, riwayatnya adil dan benar, maka wajib ditolak, karena hal itu bertentangan dengan dalil-dalil dan hukum Islam. Alasan ini terpakai di dalam segala hal (kata-kata) atau fatwa, walaupun sanadnya seterang matahari.
Mustahil bagi Al-Imam Ali r.a. mengatakan hal itu, dimana beliau sering membaca ayat-ayat Al-Qur'an, di antaranya adalah:
"Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang, yang kemudian darinya Allah lantas menciptakan istrinya, dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan wanita yang banyak ..." (Q.s.An-Nisa': 1)
"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan firman-Nya): 'Bahwa sesungguhnya Aku tiada mensia-siakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun wanita, (karena) sebagian darimu adalah keturunan dari sebagian yang lain ..." (Q.s. Ali Imran: 195).
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Allah menjadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang ..." (Q.s. Ar-Ruum: 21).
Masih banyak lagi di antara ayat-ayat suci Al-Qur'an yang mengangkat dan memuji derajat kaum wanita, disamping kaum laki-laki. Sebagaimana Nabi saw. bersabda:
"Termasuk tiga sumber kebahagiaan bagi laki-laki ialah wanita salehat, kediaman yang baik dan kendaraan yang baik pula." (H.r. Ahmad dengan sanad yang shahih).
"Di dunia ini mengandung kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatan itu adalah wanita yang salehat." (H.r. Imam Muslim, Nasa'i dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah wanita yang salehat, maka dia telah dibantu dalam sebagian agamanya; maka bertakwalah pula kepada Allah dalam sisanya yang sebagian."
Banyak lagi hadis-hadis dari Nabi saw. yang memuji wanita; maka mustahil bahwa Ali r.a. berkata sebagaimana di atas.
Sifat wanita itu berbeda dengan sifat laki-laki dari segi fitrah; kedua-duanya dapat menerima kebaikan, kejahatan, hidayat. kesesatan dan sebagainya.
Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an,
"Jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya); maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (Q.s. Asy-Syams: 7-10)
Mengenai fitnah yang ada pada wanita disamping fitnah yang ada pada harta dan anak-anak, dimana hal itu telah diterangkan di dalam Al-Qur'an dan dianjurkan supaya mereka waspada dan menjaga diri dari fitnah tersebut.
Dalam sabda Rasulullah saxv. diterangkan mengenai fitnahnya kaum wanita, yaitu sebagai berikut,
"Setelah aku tiada, tidak ada fitnah yang paling besar gangguannya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita." (H.r. Bukhari).
Arti dari hadis di atas menunjukkan bahwa wanita itu bukan jahat, tetapi mempunyai pengaruh yang besar bagi manusia, yang dikhawatirkan lupa pada kewajibannya, lupa kepada Allah dan terhadap agama.
Selain masalah wanita, Al-Qur'an juga mengingatkan manusia mengenai fitnah yang disebabkan dari harta dan anak-anak.
Allah swt. berfirman dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya harta-harta dan anak-anakmu adalah fitnah (cobaan bagimu); dan pada sisi Allah-lah pahala yang besar." (Q.s. At-Taghaabun: 15)
"Hai orang-orang yang beriman!Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu mengingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian' maka mereka termasuk orang-orang yang merugi." (Q.s. Al-Munaafiquun: 9).
Selain dari itu (wanita, anak-anak dan harta yang dapat mendatangkan fitnah), harta juga sebagai sesuatu yang baik.
Firman Allah swt.:
"Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenismu sendiri dan menjadikan bagimu dan istri-istrimu itu, anak-anak dan cucu; dan memberimu rezeki dari harta yang baik-baik ..." (Q.s. An-Nahl: 72)
Oleh karena itu, dianjurkannya untuk waspada dari fitnah kaum wanita, fitnah harta dan anak-anak, hal itu bukan berarti kesemuanya bersifat jahat, tetapi demi mencegah timbulnya fitnah yang dapat melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah swt.
Allah swt. tidak mungkin menciptakan suatu kejahatan, kemudian dijadikannya sebagai suatu kebutuhan dan keharusan bagi setiap makhluk-Nya.
Makna yang tersirat dari suatu kejahatan itu adalah suatu bagian yang amat sensitif, realitanya menjadi lazim bagi kebaikan secara mutlak. Segala bentuk kebaikan dan kejahatan itu berada di tangan (kekuasaan) Allah swt.
Oleh sebab itu, Allah memberikan bimbingan bagi kaum laki-laki untuk menjaga dirinya dari bahaya dan fitnah yang dapat disebabkan dan mudah dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.
Diwajibkanjuga bagi kaum wanita, agar waspada dan berhati-hati dalam menghadapi tipu muslihat yang diupayakan oleh musuh-musuh Islam untuk menjadikan kaum wanita sebagai sarana perusak budi pekerti, akhlak yang luhur dan bernilai suci.
Wajib bagi para wanita Muslimat kembali pada kodratnya sebagai wanita yang saleh, wanita hakiki, istri salehat, dan sebagai ibu teladan bagi rumah tangga, agama dan negara.
Please No Spam and junk, we will remove it !!