Friday, March 26, 2010

Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’e

BERKUNJUNG KE BAGDAD DAN LAIN-LAIN

Setelah 2 tahun di Madinah yakni dalam usia 22 tahun. Imam Syafi’i Rhl. berangkat ke Iraq (Kufah dan Bagdad), di mana beliau bermaksud selain menambah ilmu dalam soal-soal kehidupan bangsa-bangsa juga untuk menemui ulama-ulama ahli hadits atau ahli fiqih yang bertebaran pada ketika itu di Iraq dan Persia (Iran).

Sebagai dimaklumi kota Kufah ketika itu adalah ibu kota tempat kedudukan Khalifah-khalifah Abu ]a’far al Mansyur dan penggantinya Khalifah Harun Ar Rasyid yang terkenal, dan Bagdad adalah pusat ilmu pengetahuan, baik pengetahuan yang datang dari Barat atau yang datang dari Timur. Memang Iraq pada zaman Harun ar Rasyid dianggap sebagai negeri tempat ilmu pengetahuan yang memancar ke seluruh penjuru dunia sebagai yang diterangkan di atas. Perjalanan antara Madinah dan Iraq dilakukan dengan mengendarai onta selama 24 hari. Jauh juga.

Tapi Imam Syafi’i Rhl. mendapat bekal dari gurunya Imam Malik sebanyak 50 dinar emas, cukup untuk belanja dan untuk menginap di situ beberapa waktu lamanya karena ongkos kendaraan dari Madinah ke Iraq hanya 4 dinar (emas).

Sampai di Kufah beliau menemui ulama-ulama sahabat almarhum Imam Abu Hanifah, yaitu guru besar Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan di mana Imam Syafi’i Rhl. seringkali bertukar fikiran dan beri-memberi dengan beliau-beliau ini dalam soal ilmu pengetahuan agama.

Dalam kesempatan ini Imam Syafi’i Rhl. dapat mengetahui aliran-aliran atau cara-cara fiqih dalam Madzhab Hanafi yang agak jauh berbeda dari cara-cara dan aliran fiqih dalam Madzhab Maliki. Imam Hanafi dan Imam Maliki hampir bersamaan zamannya, karena Imam Hanafi dilahirkan tahun 81 H. meninggal 150 H. Sedang Imam Maliki dilahirkan tahun 93 H. dan meninggal 179 H. Tetapi walaupun bersamaan zaman, namun aliran madzhab masing-masing berbeda.

Madzhab Imam Maliki di Madinah berpendapat bahwa kalau dalam AI Quran tidak terdapat hukum agama, maka hadits Nabilah yang menjadi sandaran hukum, sekali pun hadits Nabi ltu
Mutawatir (banyak yang merawikan).,Uhad (satu jalan saja yang merawikan), Sahih atau Hasan.

Tetapi Madzhab Hanafi di Iraq berpendapat bahwa kalau dalam Al Quran tidak terdapat hukum sesuatu yang terjadi maka yang boleh dijadikan sandaran hukum lagi hanya hadits yang mutawatir saja. Kalau tidak ada hadits yang mutawatir, langsung pindah pada “ijtihad” yakni pendapat Imam Mujtahid. Maka karena itu golongan Imam Maliki dinamakan golongan “Ahli Hadits” dan golongan Imam Hanafi dinamakan “Ahli Ra’yi” (Ahli Pendapat). Imam Syafi’i Rhl. ketika itu dapat mendalami dan menganalisa cara-cara yang dipakai oleh kedua Imam itu.

Ketika itu beliau tidak lama di Iraq dan terus mengembara ke Persi, sampai ke Anadholi (Turki), terus ke Ramlah (Palestina) di mana beliau dalam perjalanan mencari dan menjumpai ulama-ulama baik Tabi’in atau Tabi-Tabi’in. Pada kesempatan mengembara ini beliau mengetahui adat istiadat bangsa-bangsa selain bangsa Arab, karena Persia dan Anadholi bukan bangsa Arab lagi. Hal ini nantinya menolong beliau dalam membangun fatwanya dalam Madzhab Syafi’i.

Please No Spam and junk, we will remove it !!