A. Nganjuk Pada Permulaan Tahun 1811
Sejarah Pemerintahan Kabupaten Pace sangat sulit diungkapkan karena kurangnya data yang dapat menjelaskan keberadaannya. Demikian pula halnya dengan mata rantai hubungan antara Kabupaten Pace dengan Kabupaten Berbek. Sehubungan dengan hal tersebut maka pembahasan tentang sejarah pemerintahan Kabupaten Nganjuk dimulai dari keberadaan Kabupaten Berbek.
Berdasarkan peta Jawa Tengah dan Jawa Timur pada permulaan tahun 1811 yang terdapat dalam buku tulisan Peter Carey yang berjudul : ?Orang Jawa dan masyarakat Cina (1755-1825)?, Penerbit Pustaka Azet, Jakarta, 1986; diperoleh gambaran yang agak jelas tentang daerah Nganjuk. Apabila dicermati peta tersebut ternyata daerah Nganjuk terbagi dalam 4 (empat) daerah, yaitu : Berbek, Godean, Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai Belanda dan Kasultanan Yogyakarta, sedangkan daerah Nganjuk merupakan mancanegara Kasunanan Surakarta.
Timbul pertanyaan, apakah keempat daerah tersebut mempunyai status sebagai daerah Kabupaten yang dipimpin oleh seorang Bupati (Raden Tumenggung) atau berstatus lain? Dari silsilah keturunan Raja Negari Bima, silsilah Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwung Kanjeng Sultan Hamengkubuwono I atau asal usul Raden Tumenggung Sosrodi-ningrat Bupati Nayoko Wedono Lebet Gedong Tengen Rajegwesi dapat diperoleh kesimpulan bahwa memang benar daerah-daerah tersebut pada waktu itu merupakan daerah kabupaten.
Adapun penguasa daerah Berbek dan Godean dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Raja Bima mempunyai seorang putra, yaitu : Haji Datuk Sulaeman, yang kawin dengan putri Kyai Wiroyudo dan berputra 4 (empat) orang yaitu :
1. Nyai Sontoyudo
2. Nyai Honggoyudo
3. Kyai Derpoyudo
4. Nyai Damis Rembang.
2. Nyai Honggoyudo berputra :
1. Raden Ayu Ronggo Sepuh
2. Raden Ayu Tumenggung Sosronegoro
3. Raden Ngabei Kertoprojo
4. Mas Ajeng Kertowijoyo.
3. Raden Tumenggung Sosronegoro I, Bupati Grobogan, mempunyai putra sebanyak 30 (tiga puluh) orang, antara lain :
1. Raden Tumenggung Sosrodiningrat I (putra I)
2. Raden tumenggung Sosrokoesoemo I (putra VII)
3. Raden Tumenggung Sosrodirdjo (putra XXIII).
4. Raden Tumenggung Sosrokoesoemo I adalah Bupati Berbek (sebelum pecah dengan Godean) berputra sebanyak 19 (sembilan belas) orang, antara lain :
1. RMT Sosronegoro II (putra ke-2)
2. RT Sosrokoesoemo II (putra ke-11)
Menurut pengamatan penulis, ketika RT Sosrokoesoemo I meninggal dunia, telah digantikan adiknya, yakni RT Sosrodirjo sebagai Bupati Berbek. Setelah itu Berbek dipecah menjadi dua daerah, yaitu Berbek dan Godean. RT Sosrodirdjo tetap memimpin daerah Berbek, sedangkan Godean dipimpin oleh keponakannya yaitu RMT Sosronegoro II (putra kedua dari RT Sosrokoesoemo I). Selanjutnya, menurut perkiraan, setelah kedua bupati tersebut surut/pensiun, Kabupaten Berbek dan Godean bergabung kembali menjadi satu, yaitu Kabupaten Berbek yang dipimpin oleh RT Sosrokoesoemo II (putra ke-11 dari RT Sosrokoesomo I).
Tentang Kabupaten Nganjuk dan Kertosono belum dapat diungkapkan lebih jauh, karena dalam perkembangan selanjutnya kedua daerah tersebut bergabung menjadi satu dengan daerah Berbek, yang diperkirakan terjadi sebelum tahun 1852. adapun Bupati Nganjuk sekitar tahun 1830 adalah RT. Brotodikoro, sedangkan Bupati Kertosono adalah RT. Soemodipoero.
B. Nganjuk Sekitar Tahun 1830
1. Perjanjian Sepreh
Pada tanggal 3 Juli 1830 atau tanggal 12 bulan Suro tahun 1758, telah diadakan suatu pertemuan di Pendopo Sepreh oleh Raad van Indie Mr. Pieter Markus, Ridder van de Orde van de Nederlandsche Leeuw, Commosaris ter Regelling de Vorstenlanden untuk mengatur daerah-daerah mancanegara Kasunanan Surakarta atau Kasultanan Yogyakarta sebagai tindak lanjut dari persetujuan antara Nederlandsch Gouverment dengan Yang Mulia Susuhunan dari Surakarta dan Sultan dari Yogyakarta, bahwa semua daerah mancanegara mulai saat itu akan ditempatkan dibawah pengawasan dan kekuasaan Nederlandsch Gouverment.
Keesokan harinya, pertemuan tersebut telah menghasilkan ?Perjanjian Sepreh tahun 1830? yang ditandatangani dengan teraan-teraan cap dan bermeterai oleh 23 Bupati dari Residensi Kediri, Komisaris dan Residensi Madiun, dengan disaksikan oleh Raad van Indie, Komisaris ynag mengurus daerah-daerah Kraton serta tuan-tuan Van Lawick van Pabst dan J.B. de Solis, Residen Rembang. Berdasarkan persetujuan tersebut mulai saat itu Nederlandsch Gouverment melaksanakan pengawasan tertinggi dan menguasai daerah-daerah mancanegara.
Apabila dicermati, ternyata salah satu dari 23 Bupati yang telah ikut menandatangani perjanjian tersebut adalah Raden Tumenggung Brotodikoro, Regency van Ngandjoek. Mengapa demikian, dan bagaimana Bupati Berbek dan Bupati Kertosono? Mengenai hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
Bahwa yang mengikuti pertemuan di Pendopo Sepreh hanyalah bupati-bupati mancanegara dari Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, sedangkan Bupati Berbek dan Bupati Kertosono, sebagaimana diuraikan dimuka, adalah merupakan bupati dari daerah-daerah yang telah dikuasai dan mulai tunduk dibawah pemerintah Belanda jauh sebelumnya.
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak adanya Perjanjian Sepreh 1830, atau tepatnya tanggal 4 Juli 1830, maka semua Kabupaten di Nganjuk (Berbek, Kertosono dan Nganjuk) tunduk dibawah kekuasaan dan pengawasan Nederlandsch Gouverment.
2. Nganjuk Setelah Perjanjian Sepreh
Pada tanggal 31 Agustus 1830, atau hampir dua bulan setelah Perjanjian Sepreh, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penataan-penataan/pengaturan-pengaturan atas kabupaten-kabupaten yang telah berada di bawah pengawasan dan kekuasaannya. Tentang penataan ini dapat dilihat dalam Surat Pemerintah Hindia Belanda Y1.La.A.No.1, Semarang, 31 Agustus 1830, yang berisikan tentang hasil konperensi dari Gubernur Jendral dengan komisaris-komisaris yang mengurus/mengatur daerah-daerah keraton.
Dari hasil konperensi tersebut,kemudian keluar satu keputusan tentang rencana dari pemerintah Hindia Belanda, yang antara lain menerangkan bahwa :
Pertama : Menentukan bahwa daerah mancanegara bagian timur akan terdiri dari dua residensi, yaitu Residensi Kediri dan Residensi Madiun.
Kedua : Bahwa Residensi Madiun akan terdiri dari kabupaten-kabupaten : Kedirie, Kertosano, Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan Kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-distrik Blitar, Trenggalek, kampak dan yang lebih ke timur sampai dengan batas-batas dari Malang, baik batas dari kabupaten-kabupaten maupun distrik juga akan diatur kemudian. 1)
Ketiga : Bahwa Residensi Kediri akan terdiri dari kabupaten-kabupaten : Kedirie, Kertosono, Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan Kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-distrik Blitar, Trenggalek, Kampak dan yang lebih ke Timur sampai dengan batas-batas dari Malang; baik batas dari Kabupaten-Kabupaten maupun distrik-distrik juga akan diatur kemudian. 1)
1) baca Skep, Y1, LA. No.1.Semarang 31 Agustus 1830
Sebagai realisasinya, pada kurun waktu empat bulan kemudian ditetapkan Resolusi No. 10 tanggal 31 Desember 1830, yang berisikan tentang pelaksanaan dari Skep tanggal 31 Agustus 1830 tersebut diatas.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam isi Resolusi tersebut, khususnya pada bagian keempat, yang antara lain berbunyi sebagai berikut : 2)
2) baca Resolusi tanggal 31 Desember 1830 No 10
Keempat : Juga sangat disayangkan, dari Skep, tanggal 31 Agustus Y1.La.No 1 terpaksa disetujui (diperkuat) dari Residensi dalam kabupaten-kabupaten :
a. Residensi Madiun dalam kabupaten-kabupaten :
Madiun
Maos-Patti
Poerwo-dadie
Toenggoel
Gorang-gareng
Djogorogo
Tjaroeban..
b. Residensi Kedirie dalam kabupaten-kabupaten :
Kedirie
Ngandjoek
Berbek
Kertosono
Dari hasil pengamatan kedua dokumen tersebut, dapat diketahui bahwa setelah penyerahan pengawasan dan kekuasaan atas daerah-daerah mancanegara oleh Susuhunan dari Surakarta dan Sultan dari Yogyakarta kepada Pemerintahan Hindia Belanda, maka Pemerintahan yaitu : Kabupaten Ngandjuk, Kabupaten Berbek dan Kabupaten Kertosono.
Tentang para pejabat Bupati dari ketiga kabupaten tersebut, ditetapkan dengan akte komisaris Daerah-daerah yang telah diambil alih, yang ditandatangani di Semarang 16 Juni 1831, oleh Van Lawick van Pabst, dengan tiga personalia Bupati sebagai berikut : 3)
- Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo sebagai Bupati Berbek
- Raden Toemenggoeng Brotodikoro sebagai Bupati Nganjuk dan
- Raden Toemenggoeng Soemodipoero sebgaai Bupati Kertosomo
Penetapan pejabat-pejabat Bupati tersebut bersamaan dengan penetapan pejabat Bupati yang lain dalam Residensi Kedirie; Bupati Kedirie Radeen Mas Toemenggoeng Ario Djojoningrat; Bupati Ngrowo - Radeen Dipatti Djajengningrat; Bupati Kalangbret - Radeen Toemenggoeng Mangoondikoro; dan Bupati Kalangbret - Radeen Toemenggoeng Mangoondikoro; dan Bupati Srengat Ngabey Mertokoesoemo.
3). Baca Akte Daerah-daerah Kraton yang telah diambil oleh Residensi Kedirie, yang ditandatangani di Semarang oleh van Lawick van Pabst. Dalam Akte Kolektif ini juga ditetapkan personalia pejabat-pejabat Kabupaten yang lain, seperti Patih, Mantrie, Jaksa, Mantri Wedono/Kepala Distrik, Mantri Res dan Penghjoeloe.
C. Berbek, Cikal Kabupaten Nganjuk
1. Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo I :
Dalam uraian berikut ini lebih banyak menjelaskan tentang perjalanan sejarah keberadaaan Kabupaten Berbek sebagai ?cikal bakal? Kabupaten Nganjuk sekarang ini. Dikatakan ?cikal bakal? karena kemudian bahwa alur sejarah Kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan Kabupaten Berbek dibawah kepemimpinan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo I.
Kapan tepatnya daerah Berbek mulai menjadi suatu daerah yang berstatus Kabupaten, kiranya masih sulit diungkapkan . Namun dari silsilah keluarga dan catatan : ?Peninggalan Kepurbakalaan Kabupaten Nganjuk? tulisan Drs. Subandi, dapat diketahui bahwa Bupati Berbek yang pertama adalah KRT. Sosrokoesoemo I (terkenal dengan sebutan Kanjeng Jimat).
Pada masa pemerintahannya dapat diselesaikan sebuah bangunan masjid yang bercorak Hinduistis yang bernama Masjid Yoni Al Mubarook, terdapat sinengkalan huruf Arab berbahasa Jawa yang berbunyi :
- Bagian depan : Ratu Pandito Tata Terus (1759)
- Bagian bawah : Ratu Nitih Buto Murti (1758)
- Bagian kanan/kiri : Ratu Pandito Tata Terus (1759)
- Bagian belakang : Ratu Pandito Tata Terus (1759)
2. Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo
Setelah KRT. Sosrokoesoemo meninggal dunia tahun 1760 (Leno Saroso Pandito Iku), sebagai penggantinya adalah kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirjo. Mendekati tahun 1811, Kabupaten Berbek pecah menajdi 2 (dua), yaitu Kabupaten Berbek dan Kabupaten Godean. Sebagai Bupati Godean adalah Raden Mas Toemenggoeng Sosronegoro II.
3. Kanjeng Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo II :
Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai tindak lanjut adanya Perjanjian Sepreh tahun 1830, yaitu adanya rencana penataan kembali daerah-daerah dibawah pengawasan dan kekuasaan Nederlandsch Gounerment, dengan SK 31 Agustus 1830, ditetapkan bahwa Kabupaten Godean dinyatakan dicabut dan selanjutnya digabungkan dengan Kabupaten Berbek (yang terdekat). Dengan akte komisaris daerah-daerah Kraton yang telah diambil alih dan ditandatangani oleh Van Lewick van Pabst tanggal 16 Juni 1831 di Semarang, ditunjuk sebagai Bupati Berbek adalah Kanjeng Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo II. Dari akte tersebut dapat diketahui bahwa Godean telah berubah statusnya menjadi Distrik Godean, yang bersama-sama dengan Distrik Siwalan dan Distrik Berbek menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Berbek.
4. Raden Ngabehi Pringgodikdo :
KRT Sosrokoesoemo II (1830-1852) meninggal dunia tanggal 27 Agustus 1852 karena menderita sakit paru-paru. Yang ditunjuk sebagai penggantinya adalah Raden Ngabehi Pringgodikdo, Patih Luar dari Kabupaten Ngrowo, yang bukan termasuk garis keturunan/keluarga dari KRT. Sosrokoesoemo II. Pilihan jatuh pada Pringgodikdo ini karena putra-putra dari KRT Sosrokoesoemo II (Bupati yang telah meninggal) dianggap kurang mampu untuk, menduduki jabatan Bupati tersebut.
Sedangkan Pringgodikdo dinilai lebih cakap dan berbudi pekerti yang baik, selain itu mempunyai pengalaman yang cukup daripada calon-calon lain yang diusulkan, sehingga dianggap mampu dan pantas untuk menggantikan KRT. Sosrokoesoemo II almarhum.
Pengangkatan Pringgodikdo sebagai Bupati ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Nederlandsch India di Batavia, tanggal 25 Nivember 1852. Selanjutnya, apabila disimak dari isi surat residen Kedirie yang pertama, tanggal 20 September 1852 tentang Pertimbangan-pertimbangan terhadap Pringgodikdo untuk diangkat menjadi Bupati Berbek adalah sebagai berikut :
Kabupaten Berbek penting sekali, juga sangat luas, yang meliputi delapan Distrik di wilayahnya, dan berbatasan dengan Residen Madiun, Soerabaja, rembang, sehingga policie di sana seharusnya waspada.
Menurut ?Akte Komisaris Daerah-daerah Kabupaten Berbek terdapat 3 (tiga) distrik, Kabupaten Nganjuk ada 2 (dua) distrik dan Kabupaten Kertosono ada 3 (tiga) distrik, sehingga jumlah keseluruhan ada 8 (delapan) distrik, sama dengan yang disebutkan dalam SK diatas. Hal ini berarti sebelum KRT Sosrokoesoemo II meninggal, telah terjadi suatu proses penghapusan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Kertosono yang selanjutnya wilayahnya digabungkan pada Kabupaten Berbek Bersatu yang meliputi distrik-distrik : Berbek, Godean, Siwalan (asli dari Kabupaten Berbek), Ngandjoek, Gemenggeng (berasal dari Kabupaten Ngandjoek), Kertosono, Waroe Djajeng, Lengkong (berasal dari Kabupaten Kertosono).
5. Raden Ngabehi Soemowilojo
Raden Ngabehi Pringgodikdo menjabat sebagai Bupati Berbek lebih kurang 14 tahun, yaitu sampai dengan tahun 1866. Setelah mangkat digantikan oleh Raden Ngabehi Soemowilojo, Patih pada Kadipaten Blitar dengan SK Gubernur Jendral Nederlandsch Indie tanggal 3 Sepetember 1866 No.10. Selanjutnya dengan SK Gubernur Jenderal Nederlandsch Indie tanggal 21 Oktober 1866 No. 102 dia diberi gelar Toemenggoeng dan diijinkan menamakan diri : Raden Toemenggoeng Soemowilojo.
6. Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo III :
Raden Toemenggoeng Soemowilojo meninggal dunia tanggal 22 Februari 1878. Untuk menduduki jabatan Bupati Berbek yang kosong tersebut telah diangkat Raden Mas Sosrokoesoemo III, Wedono dari Toeloeng Agoeng. Dia diangkat dengan SK Gubernur Jenderal Nederlandsch Indie tanggal 10 April 1878 No. 9, menjadi Bupati Berbek. Bersamaan dengan itu diberikan titel jabatan : Toemenggoeng dan diijinkan menuliskan namanya Raden Toemenggoeng Sosrokoesomo. Pada masa pemerintahan Raden Toemenggoeng Sosrokoesomo III inilah terjadi suatu peristiwa yang amat penting bagi perjalanan sejarah pemerintahan di Nganjuk hingga sekarang ini. Peristiwa tersebut adalah adanya kepindahan tempat Pusat Pemerintahan dari kota Berbek menuju kota Nganjuk. Mengenai hal boyongan ini akan diuraikan nanti.
7. Raden Mas Toemenggoeng Sosro Hadikoesoemo :
Pada tanggal 28 September 1900, RM. Adipati Sosrokoesoemo III karena menderita sakit yang terus menerus sehingga terpaksa memberanikan diri mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal Nederlandsch Indie untuk diberhentikan dengan hormat dari jabatan Negara dengan diberikan hak pensiun. Dan selanjutnya memohon agar kiranya putra laki-laki tertuanya : Raden Mas Sosro Hadikoesoemo menggantikan jabatan sebagai Regent (Bupati) Berbek.
Berdasarkan Besluit Gubernur Jendral Nedelrandsch Indie tanggal 2 Maret 1901 No. 10, pemeirntah Hindia Belanda memberhentikan R.M. Adipati Sosrokoesoemo dan selanjutnya mengangkat Raden Mas Sosro Hadikoesoemo dan mengijinkan menamakan dan menuliskan : Raden Mas Toemenggoeng Sosro Hadi Koesoemo.
Satu hal penting yang perlu diperhatikan pada masa jabatan RMT. Sosro Hadi Koesoemo ini adalah mulai digunakan sebutan : Regenrschap (Kabupaten) Nganjuk, yang pada waktu-waktu sebelumnya masih disebut Afdelling Berbek (Kabupaten Berbek). Tentang hal ini dapat dilihat pada Regeering Almanak 1852-1942.
D. Boyongan Pusat Pemerintahan
1. Alasan dan Waktu Boyongan
Mengapa harus pindah? Pada Encyclopaedia van Nederlandsch Indie?s Grovenhoge; Mertimes nijhoff, 1919, halaman 274-274, terdapat keterangan yang menjelaskan bahwa ibukota Berbek adalah wilayah yang terisolasi. Karena itu tentunya sulit untuk berkembang. Kebetulan pada waktu itu sedang dilaksanakan pembangunan jalur kereta api jurusan Surabaya-Solo, sehingga ibukota Kabupaten Berbek perlu pindah ke Ngandjoek yang dekat dengan jalur kereta api, strategis dan lebih berhubungan dan berkomunikasi dengan dunia luar.
Dalam Encyclopaedie tersebut hanya disebut waktu kepindahan angka tahun 1883, namun angka ini agak disangsikan. Dalam foto dokumentasi ?Peringatan 50 Tahun Berdirinya Kota Ngandjoek yang diadakan di Onderdistrict Prambon?, ditemukan angka 1880-1930. Hal ini berarti :
1. Peringatan HUT Kabupaten Ngandjoek yang ke-50 diadakan pada tahun 1930.
2. Peringatan dilaksanakan pada saat RMAA. Sosrohadikoesoemo (Gusti Djito) masih menjabat sebagai Regenty (Bupati) Ngandjoek.
3. Tahun 1880 adalah tahun suatu kejadian yang diperingati yaitu mulainya kedudukan ibukota Kabupaten Berbek pindah ke Ngandjoek.
4. Pada tahun 1880 yang menjabat sebagai Bupati (Regen) Berbek adalah KRMT. Sosrokoesoemo III.
5. KRMT. Sosrokoesoemo III adalah Bupati di Berbek yang terakhir dan sebagai Bupati yang pertama di kota Nganjuk.
Dari dua sumber dokumentasi tersebut, penulis memberanikan diri mengajukan hipotesa sebagai berikut :
a. Tahun 1880 merupakan tahun boyongan dari Berbek masuk Rumah Dinas Bupati di ngandjoek.
b. Oleh karena kepindahan tersebut tidak hanya boyongan tempat tinggal bagi pejabat Bupati saja, tetapi diikuti dengan kepindahan seluruh perangkat pemerintahan pada waktu itu, tentunya melalui proses yang cukup lama, dan rupanya baru berakhir pada tahun 1883.
Berdasarkan asumsi sementara, ternyata masih ada teka-teki yang belum dapat terkuak sampai saat ini, yaitu kapan waktu yang sebenarnya bagi proses boyongan tersebut. Untuk asumsi yang pertama (item a) ada sedikit petunjuk sebagai berikut :
1. Ibnu R. Ayu Moestadjab (ahli waris KRMAA Sosrohadikoesoemo, jatuh cucu), dalam suratnya kepada Adi Soesanto, Kasubag Humas Pemerintak Kabupaten Daerah Tingkat II Nganjuk, pada tanggal 2 Maret 1987, menjelaskan bahwa HUT Kabupaten Nganjuk pada tahun 1930 jatuh pada hari Kemis Legi bulan Agustus.
2. Hari Kemis Legi bulan Agustus 1930, setelah dicari melalui patokan dalam ?Melacak Hari Lahir Pasaran?, ternyata jatuh pada tanggal 21 Agustus 1930.
Apabila penjelasan dari ibu R.Ayu Mustadjab tersebut benar, maka boyongan dari Berbek masuk Rumah Dinas Bupati Ngandjoek terjadi pada tanggal 21 Agustus 1880 atau jatuh pada Sabtu Kliwon.
Pertanyaan berikutnya adalah mengenai rute mana yang dipergunakan dalam melakukan proses boyongan tersebut. Satu hal yang perlu diingat, bahwa pola pikir jaman leluhur dulu senantiasa memperhatikan hitungan atau patokan dalam ajaran Kejawen.
2. Nganjuk Sebagai Ibukota
Dikemukakan bahwa pada tahun 1880 Bupati Berbek telah bertempat tinggal di Nganjuk, sedangkan perangkat pemerintahan lainnya diperkirakan pada tahun 1883 sudah selesai menyusul pindah ke kota Nganjuk. Berdasarkan kenyataan ini, apakah mungkin terdapat suatu ketetapan resmi yang menyatakan kota Nganjuk sebagai ibukota Kabupaten? Dalam Statsblad van Nederlandsch Indie No. 107, dikeluarkan tanggal 4 Juni 1885, memuat SK Gubernur Jendral dari Nederlandsch Indie tanggal 30 Mei 1885 No 4/C tentang batas-batas ibukota Toeloeng Ahoeng, Trenggalek, Ngandjoek dan Kertosono, antara lain disebutkan:
.III tot hoafdplaats Ngandjoek, afdeling Berbek, de navolgende Wijken en kampongs :
a. de Chineeshe Wijk
b. de Kampong Mangoendikaran
c. de Kampong Pajaman
d. de Kampong Kaoeman
Dengan ditetapkannya kota Nganjuk yang meliputi kampung dan desa tersebut diatas menjadi ibukota Kabupaten Nganjuk, maka secara resmi pusat pemerintahan Kabupaten Berbek berkedudukan di Nganjuk.
Please No Spam and junk, we will remove it !!